28 September, 2008

berujung jugakah kemarau
di sini, ibu? mataku terkubur abu
pohonan hangus di tanah kupu-kupu
merindukan jemari rampingmu
menambal koyak cakrawala
sepanjang darah air mata tanah airku

pagi yang kemudian menjenguk jiwaku
di persimpangan benda-benda; menyuguhkan
segelas embun
mungkinkah tuhan sedang rindu
pada taman-taman yang telah mati
dalam sajakku?
kapan

aku boleh meneguknya? sementara setiap rambu
tak hentinya menyuntikkan serum duka ke dadaku
satu jam sekali sejarah menuangkan
cairan penghilang rasa sakit
ke dalam jahitan kepalaku
dan

ketika aku sampai ke alamat cintamu
barangkali aku sudah tak butuh apa-apa
kecuali kehangatan ramping jemarimu
untuk mengikatkan seutas benang doa

pada jiwaku yang tertinggal di halte-halte

nanoq da kansas




0 Comments:

Post a Comment