PUISI-PUISI Nanoq da Kansas: 12/30/08

30 December, 2008

percakapan sebelum pulang

: kepada santi

kita berduyun, sedang hujan datang
sendiri. Menggoyangkan cemara muda
tempat kita berteduh
senja itu

siapa di antara kita yang teringat ibu?
kampung halaman tak lagi mengirim angin
hanya selembar potret dalam hati
dengan gambar begitu samar
mempercakapkan genangan danau dan demam
yang dikepung ribuan kota
dalam kesepian matamu

sebentar lagi gelap
engkau boleh pulang setelah makan, — hiburmu
Maka kita pun menyalakan tungku
aku mengunyah keratan pertama masa silammu
engkau menghisap bagian paling hitam
jantungku. Darahku
sempurna

lama.

Hujan tak pernah sampai ke stasiun
gelap yang datang lapar juga
menelan jalan puisi di depan kita
: aku buta arah tempuh
engkau kehilangan waktu

kita tak pernah bisa pulang

nanoq da kansas

rumah lukisan

0 komentar

kepada pelukis made wianta

di manakah asalku ketika kau buka pintu?
halaman kecil itu pun telah menjadi cakrawala
menelan atmosfir di luar tubuhku
aku datang bergelimang biji-biji tumbuhan
tunas-tunas bunga ajaib, bahkan
debu yang sebagiannya tak kukenali

siapa di antara kita yang menggali
atau tergali?
di tembok putih – tempat sebagian langit
melabuh, hal-hal kecil berbiak liar
pikran-pikiran besar merunduk
tertinggal jauh oleh diam yang
diciptakan riuh rindu percakapan warna

sementara itu
usiaku yang terlambat menancapkan akarnya
selalu tersipu di atas garis gairah
kelahiran yang ditinggalkan tanah
perjalanan yang digoda
banyak sekali persimpangan
sebelum usai kanvas terbingkai

di manakah asalku ketika keluar
dari pintu itu?

nanoq da kansas

sedimikian rupa

tuhan, ijinkan saya mencintaimu.

bagi orang macam saya, kerja senantiasa menjadi sebuah harapan. dan harapan yang ada pada orang macam saya, hanyalah; bagaimana sedapat-dapatnya menyelesaikan setiap hari itu dengan jujur dan apa adanya, menjadi bagian dari usaha sederhana di mana akhirnya saya dapat berdamai dengan diri sendiri.

berdamai dengan diri sendiri, di sanalah adanya cinta. dan sesungguhnyalah cinta tidak lahir dari kesemena-menaan. ya, betapapun, saya memang tak dapat semena-mena walau kepada diri sendiri. seperti halnya saya tidak dapat memaksa pohon jambu di pekarangan rumah di kampung saya harus sudah berbuah dalam jangka waktu seminggu, sebulan atau setahun setelah saya tanam. saya percaya kehidupan telah memiliki mekanisme sempurna untuk mengejawantahkan segala isinya menjadi sedemikian rupa.

dan dalam sedimikian rupa itulah posisi saya.

dan saya tidak merasa takjub atau terheran-heran ketika saya mendapatkan di dalam pekerjaan saya ada puisi, ada teater, ada prosa, ada lukisan. perasaan saya sama saja seperti ketika saya mencangkul kebun milik keluarga, melakukan pekerjaan kantor yang pernah menjadi tugas saya, menyapu halaman, mencuci piring, membantu tetangga yang sedang memperbaiki kandang ternak dan seterusnya. sungguh, itulah pekerjaan saya. wujud cinta saya.

kalau ada teman yang tiba-tiba memandang lain karena saya bisa mengerjakan puisi, berteater atau melukis, saya juga punya sikap yang sama kepada mereka. saya menghargai dan sangat menghormati mereka yang dengan gembira bisa menjahit pakaian begitu indah dan rapi, bisa memperbaiki mobil atau sepeda yang rusak, ahli mengobati orang sakit, bisa main sepak bola, bisa memasak sate yang enak, bisa membuat pesawat terbang, bisa menulis berita pada koran atau majalah dan lain sebagainya. sementara saya dengan sadar dan jujur tidak punya kemampuan seperti mereka.

jadi, apa lagi yang istimewa?
bagi saya sama saja. mencangkul, berjualan, berpuisi, jadi tentara, jadi bupati, jadi dokter, sama saja. berkesenian bukan suatu kegiatan eksklusif yang bahkan istimewa dan terpisah dari pekerjaan lainnya. bagi saya setiap pekerjaan adalah salah satu jalan untuk bersenyawa dengan hidup. dengan kehidupan.

bersenyawa dengan kehidupan, itulah doa bagi saya. sebab bersenyawa berarti usaha untuk menjalin keharmonisan. menjalin keharmonisan berarti upaya untuk saling mencintai. mencitai kehidupan adalah kesadaran dan upaya untuk turut memelihara dan mengerjakan pekerjaan tuhan. di sinilah doa bagi saya bukan merupakan suatu cara untuk meminta sesuatu kepada tuhan. doa bukan suatu bentuk birokrasi. doa adalah sebuah kesadaran bahwa saya ada di dalam tuhan. sehingga saya sudah semestinya dan layak ikut bertanggung jawab terhadap pekerjaannya.

kesadaran ini membuat saya merasa tidak mampu menerjemahkan doa saya dengan kata-kata saja. tidak ada kata-kata yang cukup untuk mewakili doa saya. saya pun tidak mampu mempersiapkan diri secara khusus untuk berdoa. setiap saat adalah persenyawaan saya dengan kehidupan di dalam tuhan.

akhirnya demikianlah. dengan sungguh-sungguh dan sederhana, kerja saya menjadi doa saya. dan di dalam kerja saya itu ada puisi.

nanoq da kansas

PUISI-PUISI Nanoq da Kansas

30 December, 2008

percakapan sebelum pulang

rumah lukisan

Tentang Saya

sedimikian rupa

Daftar Isi

ANTOLOGI PUISI TUNGGAL

Buku Tamu

ANTOLOGI BERSAMA